Perkembangan Video Dewasa di Kampung

Bintang Maria Ozawa dari Jepang
Marhaban ya Ramadhan sahabat maculekrs. Sebenarnya tabu aku harus memosting tulisan kali ini. Karena pembahasannya yang sedikit kedewasaan dan kebetulan juga bertepatan dengan bulan puasa. Tetapi tidak apalah semoga ini juga sebagai ujian kita dalam puasa kali ini.

Berbicara film dewasa, BF atau Blue Film tidak akan kenal namanya habis dimakan jaman. Mulai dari anak-anak sampai orangtua pasti sudah nggeh dan mengerti apa itu BF. Orang desa lebih familiar menyebutkannya‘film unyil’ untuk sedikit mengurangi ketabuannya. Apa hubungannya coba?

Sejak kapan kalian pertama kali nonton film dewasa? Kalau aku jujur sejak SMP kelas 2. Saat itu rumah Simbah sepi lagi ke sawah semua. Sepulang sekolah hendak nonton televisi, karena saat itu baru simbah yang punya televisi. Boring dengan acara-acara begitu saja, aku masuk ke kamar pak lik. Kebetulan saat itu lagi booming VCD Player. Ada kaset di atas VCD Player, karena penasaran aku putar kaset tersebut. Dan astaghfirullah, ternyata kaset tersebut adalah film dewasa, yang baru saat ini aku tahu kalau judulnya T*rzan X. 
Karena kaget dan takut ketahuan akhirnya aku putuskan untuk tidak meneruskan menonton film tersebut. Dan kalian tahu apa yang aku sesali? Aku tidak selesai menontonnya sampai selesai. Sungguh rasanya belum plong.

Kalau aku pertama kali bersentuhan dengan film dewasa ketika SMP, parah lagi salah satu teman dari Pati, sebut saja namanya Soni. Dia lebih awal dan muda berkenalan dengan film dewasa yaitu ketika SD. Lebih parah kan? SD saja sudah kenal BF. Alasannya karena pergaulan sehari-hari dengan anak-anak yang lebih tua. Salut deh pokoknya buat Lek Soni. Tetapi yang masih menjadi misteri adalah tentang Lukman. Sejak kapan dia menonton BF? Kalau menilik dari raut wajahnya yang polos-polos gimana gitu sulit ditebak. 
Belum lagi dia tidak pernah bercerita kapan pertama kali melihat BF. Tahu-tahu ketika dia kuliah, aku banyak sekali disuguhi pelbagai macam variasi film Barat dan Asia. Dia gudangnya ternyata, ckckckck. Makasih Ni atas koleksinya.

Berbicara perkembangan eksistensi video dewasa di desa juga menarik. Kalau awal tahun 90an sulit rasanya untuk menonton film dewasa secara bebas. Karena hanya orang-orang dewasa saja yang seakan diperbolehkan. Anak kecil? No way. Dulu pertama kali masih menggunakan kaset VCR berwarna merah.

Seiring berjalannya waktu muncullah teknologi VCD Player kemudian DVD Player. Mulai dari situ penyewaan kaset-kaset CD film dewasa mulai marak. Pak Lik-ku nomor 5 yang sering menonton BF di rumah. Terkadang aku mengintip untuk ikut menontonnya. Yang paling parah pernah dia mengajak teman-temannya nonton BF di kamarnya. Seharian, guys!! Bisa dibayangkan nonton BF seharian di kamar, batang semua. Ckckckck, kejiwaanmu Pak Lik kejiwaanmu. Mbok aku diajak nonton sekalian Pak Lik.

Saat itu aku duduk di bangku SMP, dan bertepatan dengan Bodo Kupat (Lebaran Ketupat). Setelah selesai kondangan di mushola depan rumah. Aku dan beberapa pemuda lainnya merencanakan menonton kaset CD film dewasa sewaan terbaru milik Junet dan kami berkumpul di rumahnya.

"Sudah aman to?” tanya Junet selaku pemilik rumah.

Oyot – begitu kami memanggilnya, adik kandung Junet – memberikan kode ok lewat jarinya.

Saat itu kami berdebar-debar karena pertama kali nonton berjamaah. Belum selesai menonton aku mendengar suara mencurigakan dari luar rumah. Sontak kami mematikan VCD Player dan keluar rumah. Benar saja, kami melihat Heni lari terbirit-birit masuk ke rumahnya. Perasaanku kok gak enak begini ya. Merasa ketahuan kami putuskan untuk tidak melanjutkan menonton. Inilah penyesalan keduaku, hahaha.

Malam hari ini, kami semua dikumpulkan oleh Bapak di mushola. Bapak selaku Ketua RT mendapat laporan dari Heni kalau kami tadi siang menonton BF di rumah Junet. Apa yang aku khawatirkan terjadi juga. Kami semua hanya bisa menunduk mendengar ceramah dari Bapak. Tentu Bapak malu melihat anaknya ini ikut-ikutan pergaulan yang tidak benar. Jujur saat itu aku menangis dalam hati, malu rasanya melihat wajah Bapak.

“Pak, aku berjanji tidak akan membuatmu malu gara-gara ketahuan nonton BF. Kejadian ini akan menjadi pertama dan terkahir kalinya Pak. Aku berjanji kalau nonton BF tidak akan ketahuan lagi, Pak!”

Menginjak tahun 2000an, mulai marak HP berkamera. Mulai dari situlah yang tadi biasa menonton lewat VCD/DVD sedikit demi sedikit beralih ke HP. Karena lebih praktis dan tidak mudah ketahuan sama orangtua. Video 3gp yang meskipun gambarnya agak sedikit buram dan gak jelas tetapi layak dinikmati. Yang penting suara desahannya terdengar merdu. 
Saling bertukar koleksi lewat inframerah atau bluetooth sudah kebiasaan ketika SMA. Bahkan bisa dipastikan jika para cowok berkumpul di belakang kelas, diam khidmat memandang satu layar HP bisa ditebak mereka sedang melihat video tutorial pelajaran Biologi bab perkembangbiakan.

Setelah menjamurnya warnet, budaya menonton HP masih berlanjut tetapi ada variasi terbaru yaitu menonton streaming di warnet. Aku kadang diajak Lukman ke warnet Purwodadi hanya sekadar browsing dan juga menambah koleksi. Atau kalau tidak jika ingin menambah koleksi 'film  unyil' terbaru bisa datang ke warnet. Bilang saja sama penjaga warnetnya, 

“Mas komputer yang ada film unyilnya nomor berapa?” pasti dijawab, “Bawa sini memorimu aku kopikan!” ada juga yang begitu. Tetapi ada juga yang bilang tidak ada ‘film unyil’, adanya film Pak Raden.

Menurut survei yang saya lakukan setiap cowok pasti di dalam HP-nya ada ‘film unyil’nya. Tidak percaya? Cek saja HP pasangan masing-masing. Ada yang disembunyikan sedemikian rupa sehingga sulit ditemukan atau video yang namanya dirubah aneh-aneh. Atau kalau tidak ya coba dicek file hidden di laptop atau komputer pasangan masing-masing. Hpku ada? Oohhh jelas.........ada, meskipun cuma satu (dan sudah dihapus oleh seseorang, hahaha). Lantas manakah yang banyak disukai antara film Asia dengan film Barat? Yang banyak disukai adalah film buatan dalam negeri. Aku pernah menanyai salah satu rekan sejawat perpaculan di desa, sebut saja namanya Yono.

“Film unyil yang paling suka film mana Lek?” tanyaku kepadanya.

"Sebenernya semua film saya suka, tapi yang paling bagus itu buatan anak bangsa, soalnya lebih natural dan bikin penasaran. Ya meskipun gambarnya tidak sejelas film HD Jepang atau Amerika, lebih alami saja. Biasalah produk kamera HP...”

"Jiangkrik film buatan anak bangsa. Ndasmu aboh kuwi!! Jangan bawa-bawa nama bangsa di sini, gak elok!!” selaku menyanggah perkataannya.

"Setelah itu ya film-film Asia, semisal Jepang, Korea, Filipina dll. Wajahnya lebih kelihatan, mana yang cantik mana yang tidak. Kulitnya juga putih-putih, hehehe. Yang terakhir ya film Amerika. Meskipun tidak terlalu suka sama pemain dan gayanya yang absurd, tetapi kalau lagi tidak ada film baru ya terpaksa ditonton.”

Bisa aku disimpulkan bahwa minat masyarakat akan film buatan negeri masih begitu tinggi, hehehe. 

Miris memang melihat perkembangan film dewasa akhir-akhir ini. Anak SD sudah mengkonsumsi film yang belum sepantasnya dilihat. Jadi jangan heran jika banyak media massa memberitakan kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, hamil di luar nikah dan aborsi. Itu semua karena pengaruh negatif film porno dan kurangnya ajaran agama di dalam keluarga.

Sahabat Maculkers yang dirahmati Allah SWT, ingat bahwa menonton film dewasa itu bisa merusak iman. Maka jauhilah sebisa mungkin. Kalau menurut penelitian kecanduan narkoba itu merusak 3 saraf otak, tetapi kecanduan pornografi merusak 5 saraf otak. Waspadalah waspadalah!!

Dan akhirnya setelah beberapa tahun, penyesalanku akhirnya terobati juga. Tidak sengaja aku buka-buka file drivenya laptop Lukman. Ndilalah kok nemu sebuah film yang pertama kali mengenalkanku dengan duni hitam ini. Astaghfirullah, Ni Ni ternyata selera kita sama.

Salam Macul....

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Monggo nak selo podo komentar..... EmoticonEmoticon