Seorang Anak Kecil Tanpa Sepasang Sayap


Kami ditakdirkan untuk memiliki sepasang sayap. Berwarna coklat dan berkilau ketika ditempa cahaya matahari.

Kami bukan sebangsa malaikat, bukan! Karena menurutku bangsa sejenis kami terlalu tidak pantas disebut malaikat.

Kami bukan sebangsa manusia yang tidak bersayap, bukan! Karena menurutku manusia terlalu tidak pantas jika disandingkan dengan kami.

Kami hanyalah kami, kami hidup sebagaimana manusia hidup.

Makan, tidur, belajar, sekolah dan semua kegiatan yang dilakukan manusia, kami juga melakukan hal yang sama.

Tapi ada satu perbedaan kami dengan manusia. Kami punya sayap, tentu saja.
Sayap kami tumbuh ketika kami genap berumur delapan tahun. Dan dalam hitungan 5 hari ke depan umurku delapan tahun.

Aku sungguh tak sabar menantikan tumbuhnya sepasang sayapku. Begitupun Ayah dan Ibuku, bagi bangsa kami pertumbuhan sayap sangatlah dinantikan.
Banyak teman-temanku yang sama sepertiku, lima hari lagi sayap mereka juga akan tumbuh. Kami sama-sama tak sabar menantikan sayap baru yang akan tumbuh sebentar lagi.

Kami bahagia, karena dengan adanya sayap kami bisa terbang kemanapun yang kami inginkan dengan cepat. Dan kami tidak akan terlambat datang ke sekolah.

***

Hari ini aku terbangun lebih pagi dari biasanya.
Tapi tak ada hal yang berbeda dari tubuhku. Bukankah seharusnya sudah tumbuh sepasang sayap pada punggungku?
Aku berlari keluar kamar dan menemui ibuku.

"Ibuuuu..ibuuu..kenapa sayapku tidak tumbuh?". Tak kudengar jawaban dari ibuku.

"Hari ini aku berjanji akan bermain dengan teman-temanku. Dan kami akan terbang bersama ke desa seberang. Ibuu...ibuuu..ibu dimana?".

Masih hening, dimana ibuku?

"Ayaahh...ayaahhh...ayah dimana? Kenapa sayapku tidak tumbuh?".

Ayah sama saja tidak menjawab.

Kemana mereka?
Sayup-sayup kudengar suara beberapa pasang sayap mendekati rumahku. Itu pasti teman-temanku.
Aku harus bagaimana?
Aku tak mungkin menemui mereka tanpa sepasang sayap.
Aku malu.

Selama ini belum pernah ada seorang anak yang sudah genap berusia delapan tahun tapi tidak mempunyai sayap.

Apakah mungkin sayapku akan tumbuh esok hari?
Aku putuskan untuk tidak menemui teman-temanku.
Sungguh, aku malu.
Terlebih lagi tiba-tiba Ayah dan Ibuku menghilang entah kemana.

***

Berhari-hari aku tidak keluar rumah. Aku tidak sekolah.
Aku masih malu dengan wujudku yang tanpa sayap seperti sekarang ini.
Seringkali temanku datang berkunjung ke rumah, tapi aku tidak pernah menemui mereka.
Karena dengan wujudku yang sekarang, aku sungguh mirip dengan manusia. Sejenis makhluk yang sangat dibenci oleh bangsa kami. Mereka bilang manusia itu bangsa yang egois.
Entahlah, yang jelas aku benci dengan wujudku yang sekarang.
Dan aku juga sangat benci membayangkan bagaimana reaksi teman-temanku yang mengetahui wujudku ini.
Apakah mereka juga akan membenciku seperti mereka membenci bangsa manusia?

***

Aku masih dalam posisi semula. Berdiam diri di dalam rumah tanpa melakukan apapun. Ayah dan Ibuku juga tak kunjung pulang.
Bahkan aku lupa seperti apa wajah mereka.
Bertahun-tahun terlewati dan sayapku belum juga tumbuh.
Entah berapa usiaku sekarang?
Aku juga tak tau bagaimana wajahku sekarang. Apakah aku tampan seperti ayahku?
Aku sudah tak pernah bercermin sejak usiaku delapan tahun.
Karena aku benci melihat punggungku yang hampa, tanpa ada sepasang sayap coklat yang berkilau dan bersiap untuk membawaku terbang.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Monggo nak selo podo komentar..... EmoticonEmoticon