Entah angin apa yang
berhembus sehingga membuat ‘dia’ bbm saya. Tak sekalipun terbesit untuk
mengganggu kehidupan rumah tangganya yang sudah bahagia. Saya pun juga sudah
mengobati sedikit luka walau terkadang masih kambuh juga sakitnya. ‘Dia’
mengirimkan sebuah gambar yang saya sendiri tidak paham apa maksudnya.
Maksudnya apa sih dia?
Batin saya setelah melihat gambar yang barusan masuk di gawai. Lantas saya
acuhkan saja, toh gak ada ngaruh-ngaruhnya kepada diri ini. Dia mau ngirim
gambar dalam keadaan bugil atau telanjang sekalipun saya gak bakalan merespon.
Paling-paling hanya ujung jempol ini yang reflek klik simpan. Tak
lebih.
Tiba-tiba, PING!! PING!! PING!!
Gawai saya bergetar-getar.
Apalagi maunya? Dan benar saja, lagi-lagi chat dari si ‘dia’. Apa masih kurang saya
menyakitinya, eh, kebalik. Apa masih kurang dia menyakiti saya?
Saya paksa jempol ini
menekan tuts keyboard untuk
menyusun kata-kata. Jempol pun seolah-olah ogah sekadar pencet keyboard.
‘Maksude opo?’ Balas
saya seketus mungkin. Biar dikira saya sudah strong. Stres Tidak Tertolong.
‘Ra ono’ balasnya
kemudian.
‘Ooohhh buajingan
tenan…’ Seketika jempol ini memencet tombol delete dan mengetik, ‘Oh.’
Mengumpat, mencacimaki
tidak baik jika lewat media sosial. Mungkin lebih afdol kalau
langsung di hadapannya. Face to face.
Ah, apa iya sekarang
wanita hamil itu pamer dan riya. Mengirimkan foto berdua dengan suami yang
kebetulan sedang tekdung aka jembling aka meteng tuo. Apa ngaruhnya di saya coba?
Apa lantas melihat foto tersebut langsung membuatku menangis terharu dan seraya
berkata, ‘Hebat sekali suamimu. Kau berhasil dibobol gawangnya dan golnya
indah sekali dengan kebuncitan perutmu.’ Kan ya tidak to?
Apa iya setelah melihat
foto itu saya lantas baper? Tiba-tiba rasa penyeselan muncul dan bertumpuk di
dalam dada ini. Kenapa? Kenapa tidak saya duluan yang membobolmu, eh. Kan iya
tidak juga. Saya pun masih bingung motif yang ‘dia’ gunakan dalam kasus ini.
Saya pun tak ambil pusing
dengan kelsayaan anehnya. Anggap saja itu sebagai dorongan hormon hesterogen
sehingga membuat wanita hamil sekadar riya dan pamer kepada ‘mantan’nya. Apa
jangan-jangan ngidamnya ibu-ibu hamil kekinian seperti ini?? Walaupun saya
yakin, seyakin-yakinnya, ada sedikit ejekan yang tersemat di dalamnya. Kowe kok sih rung payu? Sih mikirke aku
yo? Aku wae wis meteng kok.
Halah telek wedus.
Ngompori mantan
bajingannya yang telah menggoreskan luka. Apa memang trend ngidam
bumil kekinian memang begini? Bisa jadi begitu tetapi saya tidak yakin. Tetapi
kalo semisal ada mantan yang baik, mustahil, tidak hanya dikirimi foto
yang katanya Happy Maternity. Bisa jadi diajak foto bareng mereka. Jadi
yang megang perute buncitnya dua orang, mantan dan suami. Kan uasu to.
Kalo saya pribadi
sih gak mempan digituin. Yang saya khawatirkan malah teman seangkatan
yang notabene juga
menyandang predikat mantan bajingan punya lemah jantung atau ababil.
Ketika menerima pesan gambar di gawainya ndilalah langsung jantungan mak tratap modyar. Terus jur piye? Itu pengandaian
terekstrim.
Atau ketika sedang selo kok
tiba-tiba ada notifikasi whatsapp, ternyata dikirimi gambar sang mantan
foto meteng dengan pose suami mencium perutnya. Astaghfirullah,
maafkan bapak Nak! Harusnya bapak yang di dalam foto itu bukan bapak
tirimu itu. Ada yang kayak gitu?
Saran saja kepada
bumil-bumil yang begitu tega nian kepada mantannya. Sudahlah, sudah. Sudah
cukup kau akhiri kekanak-kanakanmu ini, Hayati. Iya kami tahu, sangat yakin
tahu, kau masih belum bisa melupakan kenikmatan yang kita rengkuh bareng di
kamar hotel dulu, eh.
Salam dari mantan
bajingan yang belum mendapat sertifikat halal MUI.
2 komentar
Write komentarWakakakk.........betullll....
ReplyTerima kasih sudah berkunjung mas Nugi
ReplyMonggo nak selo podo komentar..... EmoticonEmoticon