Pizzanya Orang Purwodadi

Dwi Andri Yatmo - Bicara kuliner Purwodadi, selalu identik dengan Swieke dan Sayur Becek. Walau sebenarnya masih banyak kuliner yang belum terekspos. Wajar, memang hanya kedua makanan itu yang seolah paling menjadi makanan khas Kota Purwodadi. Tapi saya tak sedang membahas keduanya di sini, lain waktu saja.

Kali ini saya akan membahas tentang Pizza. Yap benar: Pizza. Haisss “Iku kan makanannya orang Italia, Mas?” Memang benar. Itu bukan kuliner asli orang Indonesia, apalagi Purwodadi. Dan, penjualan pizza selalu disangkutkan dengan Pizza Hut. Padahal, kini banyak juga gerai-gerai western yang menawarkan menu serupa.
Tapi sayangnya, di Purwodadi tak ada gerai Pizza Hut. Boro-boro PHD, PH nya saja belum ada. Apakah miris? Ya enggak juga sih. Lha wong lidah orang Purwodadi lebih menyukai sambel daripada jenis makanan dari tepung itu. Akan tetapi, justru karena kekosongan penjual pizza itulah yang membuat peluang usaha ini lumayan menjanjikan.
Sebelum terlalu jauh, saya mau meluruskan sedikit. Purwodadi itu bukan nama kapubaten. Nama kabupatennya adalah Grobogan, sedangkan Purwodadi adalah ibu kota pemerintahan. Umumnya orang kebalik-balik. Tapi ya mau bagaimana lagi, seolah kesalahan tersebut sudah mendarahdaging dalam anggapan banyak orang.
Oke. Kembali ke pizza. Belakangan, usaha-usaha lokal yang menjajakan menu pizza mulai bermunculan. Salah satu pemain tersebut bernama Sunset Pizza. Pemiliknya bernama Nasirhun Ramadhan, biasa dipanggil Run. Model jualannya masih dari rumah, belum memiliki kios atau ruko. Semua dikerjakan dari rumah. Model pemasarannya saat ini masih sebatas PO, alias elo pesan ane buatin dan ane anter.
Sunset Pizza menerima permintaan tertentu | © Sunset Pizza

Pizza Chicken Blackpepper | © Sunset Pizza
Entah ada angin apa, terbesit keinginan untuk sekadar mencoba pizza. Kebetulan si empunya Sunset Pizza, Mas Run, bisa diajak ngobrol perihal usaha yang digelutinya ini.
“Kenapa memilih jualan pizza, Mas? Ini Purwodadi lho, lidahnya lebih suka rempah-rempah”.
Beliau hanya tersenyum kemudian tertawa.
“Ceritanya puanjang. Puanjang banget. Saat itu selepas lulus SMA saya bingung mau kerja apa. Akhirnya ada teman yang ngajakin kerja di resort Pantai Bandengan, Jepara. Waktu itu masih jadi buruh cuci resort. Namanya Sunset Resort. Ya tahulah, bagaimana kerjanya jadi orang yang disuruh-suruh.”
Kami berdua ngobrol di depan rumahnya di bawah pohon kersen, sembari menunggu pesanan saya matang. Kebetulan yang membantu membuat pizza adalah istrinya.
“Akhirnya beberapa tahun, saya naik ke dapur. Sudah tidak jadi buruh cuci. Bantu-bantu nyiapin piring dan sebagainya. Dari sana saya berjanji untuk belajar memasak. Setiap koki saya perhatikan cara memasaknya. Ketika pulang saya catat semua yang sudah diperoleh.”
“Oh ya resort tersebut yang punya orang Italia asli. Saya sudah lupa namanya. Waktu itu saya juga bantu-bantu bagian makanan western Italia, spageti dan pizza. Dari situ saya mulai belajar membuat pizza. Akhirnya saya diangkat jadi koki pizza karena koki sebelumnya resign.”
“Apakah setelah resign dari sana Mas Run langsung berjualan pizza sampai saat ini?”

Kabupaten Grobogan adalah kabupaten terbesar kedua setelah Kabupaten Cilacap dalam hal luas wilayah. Tapi entahlah, Grobogan agaknya tak begitu begitu populer ketimbang kabupaten-kabupaten tetangganya. Blora terkenal karena karya-karya Pram. Rembang terangkat karena nama Puthut EA. Apakah Grobogan juga harus lebih dulu memiliki penulis sekaliber nasional atau internasional agar bisa terkenal?
“Ketika resign dari sana, saya bingung harus kerja apa lagi. Hingga memutuskan berjualan bubur kacang ijo.”
Nashirun Ramadhan si Empu Sunset Pizza | © Sunset Pizza
Saya sedikit kaget. Ilmunya membuat pizza kenapa malah memilih bubur kacang ijo.
“Waktu itu pizza belum populer di sini, walau sekarang juga belum populer, hehe. Intinya dulu belum berani mengambil risiko dalam usaha. Takut tidak diterima pasarlah, takut tidak lakulah. Itulah yang sebenarnya menghambat kita untuk maju. Menyerah sebelum berperang.”
Namun belakangan saat, mengikuti kepindahan istri ke Rembang, usaha bubur kacang ijonya juga berhenti. Berawal dari situlah niatan untuk membuka usaha pizza kembali ada.
“Alasan apa sih mas yang mendasari buka usaha pizza di Purwodadi?”
“Ya paling utama sih cari rejeki untuk keluarga. Selain itu adalah ingin menerapkan ilmu yang sudah diperoleh puluhan tahun lalu. Dan yang tidak kalah penting adalah memberikan kesempatan untuk warga Purwodadi bahwa menyantap pizza tidak perlu bayar mahal.”
“Kenapa optimis pizza bikinan Mas Run pasti diterima masyarakat sini?”
Pizza Chicken Corn | © Sunset Pizza

Pizza Beef and Mushroom | © Sunset Pizza
Untuk kesekian kalinya, orang yang saya ajak bicara tertawa dan tersenyum. Bapak satu anak ini sesekali memandangi layar hape. Mengecek orderan yang masuk via BBM dan Whatsapp.
“Bukannya mau sombong atau gimana ya, Mas. Tapi ketika di resort Sunset dulu, saya diajari oleh orang Italia langsung. Sekaligus pemiliknya. Dan dia memuji roti bikinan saya paling enak. Itu poin pertama. Poin selanjutnya, kalau boleh jujur, saya melalukan sedikit modifikasi atas pizza saya. Kalau menuruti rasa orisinil pizza sana, saya yakin lidah orang ndeso seperti kita akan sedikit tidak familiar. Jadi racikan yang saya gunakan sudah saya sesuaikan dengan lidah orang sini. Tentu tanpa mengurangi esensi dari pizza tersebut yaitu Keju Mozarella.”
“Lantas tanggapan tentang Sunset Pizza bagaimana, Mas?”
Alhamdulillah, istri dari Mas Run keluar membawakan satu pizza pesanan saya. Pizza masih terlihat mengepulkan asap. Ini juga yang selalu Mas Run jaga, agar pizza tetap hangat hingga sampai di konsumen. Sebab, katanya, waktu paling tepat untuk menyantap pizza adalah saat mengepul.
Tanpa babibu kami pun langsung menyantap pizza.
“Alhamdulillah banyak yang order. Karena dari saya sendiri memberikan ongkos kirim gratis untuk sekitaran Purwodadi kota. Kalau memang rumahnya jauh, biasanya saya memberikan tambaham 10.000 sebagai ganti bensin. Jadi saya berharap orang desa pun bisa merasakan apa itu pizza. Tanggapannya rata-rata sama. Mereka suka dengan rasa yang saya tawarkan. Bahkan katanya lebih enak dari pizza-pizza lainnya. Itu bukan sombong lho ya, hehe..”
“Apakah ada hal menarik yang pernah terjadi selama menggeluti usaha ini Mas?”
“Banyak sekali. Mulai dari yang tanya ‘itu pizzanya besarnya berapa, Mas?” sampai pernah itu sekali mengantar pizza sampai ke desa pelosok. Saya awalnya mengira tempatnya dekat, lha kok ternyata naudzubillah jauhnya. Itulah warna dalam berusaha. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil.”
Meski belum memiliki lapak untuk berjualan, tak membuat Sunset Pizza sepi orderan. Bahkan sampai malam ada juga yang masih memesan pizza. Hingga Mas Run memutuskan waktu order mulai pukul 10.00 – 17.00 WIB.
“Rejeki sudah diatur Allah Swt., kenapa harus ngoyo? Dulu pesanan malam pun saya ambil. Tetapi ke sini-sini sudah saya tolak. Buat 24 jam dibuat kerja. Ada kalanya waktu untuk keluarga juga penting. Lha kapan kamu nikah?”
Tiba-tiba suasana jadi hening.
Untuk harga tenang sobat, tidak sampai menguras kantong kok. Aman juga untuk sekadar traktiri teman-teman, gebetan atau calon mertua. Mulai dari harga 30.000 – 50.000, tergantung toping apa yang diinginkan. Jika rekan ada yang ndilalah main ke Purwodadi, bolehlah kabar-kabar, kita ngopi sembari menikmati pizza dari Sunset Pizza.

Dimuat di Minumkopi.com tanggal 10 Agustus 2017

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Monggo nak selo podo komentar..... EmoticonEmoticon