Warung Kopi Masa Lalu dan Masa Kini di Desa

Dwi Andri YatmoTidak dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia gemar sekali mengonsumsi kopi. Mulai dari Sabang sampai Merauke. Bahkan Indonesia memiliki jenis kopi yang kualitasnya diakui dunia. Dengan kebiasaan orang Indonesia yang menyeruput kopi memutarkan roda perekonomian masyarakat bawah. Banyak dijumpai warung kopi di setiap pelosok Indonesia.
Warung Kopi | Foto : www.kilassumberayu.com
Waktu dulu warung kopi hanyalah warung biasa. Hanya menyediakan meja dan kursi panjang. Mayoritas yang datang juga hanya orang-orang tua. Tidak pernah dijumpai anak-anak ngopi di warung kopi kala itu. Warung kopi masa lalu identik dengan warung nongkrongnya orang-orang tua.

Saat itu kopi instan belumnya sebooming saat ini. Menu andalannya hanya kopi hitam. Kopinya pun rata-rata kopi buatan sendiri. Diproses sendiri. Masih ingat ketika dulu simbah putri membut kopi untuk simbah kakung. Simbah kakung saya memang penyuka kopi. Selepas magrib pasti sudah absen di warung kopi desa sebelah.

Biji kopi dikeringkan. Kemudian disangrai menggunakan wajan tanah liat. Dengan ditambahi potongan jagung atau potongan kelapa. Katanya untuk menambah cita rasa kopi tersebut. Selepas disangrai kemudian ditumbuh menggunakan alu di lumpang. Sampai lembut dan bercampur. Kopi pun siap diseduh.

Repot bin ribet memang. Maklum saat itu kopi sachetan belum begitu semasif sekarang ini.

Warung kopi jaman dulu digunakan sebagai tempat demokrasi. Bertukar pendapat. Mengumpat kebijakan pemerintah yang sekiranya tidak pro rakyat. Hiburannya pun hanya sebuah televisi tabung atau sebuah radio merk national. Terkadang jika empu warung kopi menyediakan papan catur.

Warung kopi seolah one stop obrolan apapun. Apapun itu. Mulai dari politik, sosial, kehidupan menggarap sawah, sampai obrolan pekerjaan terkadang deal di warung kopi. Semakin banyaknya warung kopi kala itu, semakin mudah para warga untuk mendapatkan akses informasi.
Kopi Hitam | Foto : Nasirullah Sitam
Perkembangan teknologi memang tidak bisa dibendung dengan berjalannya waktu. Penetrasi internet yang mulai merambah perdesaan. Mulai merubah wajah awal warung kopi. Selain itu menjamurnya produk-produk kopi instan yang menjawab tren pasar juga mengambil andil. Pada intinya untuk menikmati segelas kopi sudah tidak perlu repot-repot lagi. Cukup sobek bungkus sachet, tuang air panas.

Warung kopi dulu citranya hanya warung bangunan sederhana. Di pinggir jalan raya bangunan seadanya dengan dinding bilik bambu mentok dinding kayu. Mulai bertansformasi. Warung kopi sekarang bertempat di ruko-ruko. Dengan bangunan yang modern. Menggabungkan konsep cafe.

Dan hal wajib yang harus disediakan setiap warung kopi saat ini. Bukanlah seberapa banyak koleksi kopi yang kalian punya. Seberapa cakap dan pintar si penyedup kopi (baca: barista) menyediakan kopi pesanan. Bukan itu semua. Melainkan wifi dan tempat yang nyaman untuk nongkrong.

Jika dua elemen tersebut tidak dipenuhi, saya yakin warung kopi tersebut bakalan sepi pengunjung. Generasi millenial sekarang ini tidak peduli seberapa enak tidaknya kopi yang mereka minum. Mereka bakalan menjawab sama.

Bahkan sebuah warung kopi ditandai layak atau tidaknya. Ramai atau tidaknya. Bukan dari segi rasa kopinya. Melainkan seberapa cepat koneksi wifinya.
Wifi sudah jadi fasilitas wajib | Foto : ruangshare.files.wordpress.com
Tidak heran warung kopi sekarang ini lebih didonimasi oleh anak-anak muda. Pesan, cari tempat duduk kalo bisa dekat colokan stop kontak, bergelit dengn smartphone mereka masing-masing.

Marwah warung kopi masa lalu sebagai tempat bersosialisasi. Bercengkerama dengan masyarakat lainnya mulai hilang. Mereka lebih sibuk dengam gadget mereka. Menghiraukan keadaan sekitar.


Warung kopi yang dulu jadi tempat demokrasi masyarakat bawah. Sudah jarang kita jumpai di kota-kota besar. Hanya ada beberapa yang masih memegang marwah tersebut. Itupun ada di pinggiran kota. Di pedesaan. Meskipun juga tidak banyak.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Monggo nak selo podo komentar..... EmoticonEmoticon