“Kau sudah bangun, Kawan?” suara Akal menyapa di sebelahku sembari tangannya menyentuh bahu. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
Pagi hari adalah sesuatu yang aku dan Akal sukai. Setelah sholat Subuh dan mengaji jika memang tidak sedang banyak tugas aku habiskan di balkon sembari melihat pemandangan hijau persawahan yang terhampar di depan rumah.
“Hati dan Nafsu sudah bangun?” tanyaku kepadanya.
“Hati dan Nafsu sedang sholat subuh. Biasalah Nafsu sulit sekali kalau dibangunin,” jelasnya yang sudah duduk persis di sebelahku.
“Kau tahu Kawan, dalam Islam pun sebenarnya sangat peduli dengan dinamika dan semangat beraktivitas di awal waktu. Setiap hari selalu diawali dengan datangnya waktu pagi. Waktu pagi merupakan waktu istimewa. Ia selalu diasosiasikan sebagai simbol kegairahan, kesegaran dan semangat. Barangsiapa merasakan udara pagi niscaya dia akan mengatakan bahwa itulah saat paling segar alias fresh sepanjang hari. Pagi sering dikaitkan dengan harapan dan optimisme. Pagi sering dikaitkan dengan keberhasilan dan sukses. Sehingga dalam peradaban barat-pun dikenal suatu pepatah berbunyi: ”The early bird catches the worm.” (Burung yang terbang di pagi harilah yang bakal berhasil menangkap cacing)”
Inilah yang aku sukai dari Akal. Setiap kali berdiskusi dengannya selalu menarik. Tanpa ada bahan yang harus kita bahas sebelumnya, selalu mengenai hal-hal yang sering kami lakukan. Aku menoleh kepadanya menandakan rasa heran dan meminta penjelasan lebih.
“Jangan kau menatapku dengan tanda tanya yang besar begitulah, Kawan! Hahaha,” Akal tertawa melihat ekspresiku atas pernyataannya barusan.
“Dalam sebuah hadits ternyata Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mendoakan agar ummat Islam peduli dan mengoptimalkan waktu spesial dan berharga ini. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam berdoa: “Ya Allah, berkahilah ummatku di pagi hari.” Rasulullahshollallahu ’alaih wa sallam biasa mengirim sariyyah atau pasukan perang di awal pagi dan Sakhru merupakan seorang pedagang, ia biasa mengantar kafilah dagangnya di awal pagi sehingga ia sejahtera dan hartanya bertambah.” (HR Abu Dawud 2239)
Aku masih menjadi pendengar setia. Terkadang aku tidak bisa mengikuti alur pikirannya si Akal. Aku masih menatap ke arah persawahan. Denyut nadi kehidupan kampung mulai berdetak. Satu dua orang petani mulai beranjak dari rumahnya menuju sawah. Kabut tebal yang tadi pagi menutupi sedikit terurai datangnya sinar matahari pagi.
“Melalui doa tersebut Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam ingin melihat umatnya menjadi kumpulan manusia yang gemar beraktifitas di awal waktu. Dan hanya mereka yang sungguh-sungguh mengharapkan keberhasilan dan keberkahanlah yang akan sanggup berpagi-pagi dalam kesibukan beraktifitas,” tiba-tiba suara Hati datang dari belakang. Rupanya dia juga mengikuti perbincangan ringan pagi ini. Hati keluar membawa nampan yang berisi empat cangkir teh hangat.
“Ngobrolnya tentu lebih asyik jika ditemani secangkir teh hangat,” tambahnya.
Raut wajah senang terpancar dariku dan Akal. Sekarang di meja sudah tersedia empat cangkir teh hangat yang siap disruput. Pasti semakin mengasyikan.
“Makanya Boy, janganlah kita menjadi seperti sebagian orang di muka bumi yang membiarkan waktu pagi berlalu begitu saja dengan aktifitas tidak produktif, seperti tidur misalnya. Barangsiapa yang mengisi waktu pagi dengan tidur akan menjadi pihak yang sering kalah dan merugi,” sekonyong-konyong Nafsu muncul dari belakang dan langsung mengambil satu cangkir teh hangat dan langsung menyruputnya.
“Kok bisa kamu katakan pihak yang kalah dan merugi?” aku melemparkan pertanyaan kepadanya.
“Hahahaha....” Nafsu lantas tertawa. Kami bertiga saling pandang. “Boy, Boy, bagaimana tidak kalah dan merugi? Pagi merupakan waktu yang paling segar dan penuh gairah. Bila di saat paling baik saja seseorang sudah tidak produktif, bagaimana ia bisa diharapkan akan sukses beraktifitas di waktu-waktu lainnya yang kualitasnya tidak lebih baik dari waktu pagi hari?”
“Berarti seperti kamu sendiri kan, Naf! Sering susah sekali dibangunin, hahaha,” balas Hati telak. Kami bertiga tertawa menyambutnya. Karena dari kami semua Nafsulah yang sering susah dibangunin. “Eeehhhh...ya bukannya begitu juga!” balasnya salah tingkah.
“Sudah-sudah, kasihan Nafsu kamu goda terus begitu, Hat. Lagian untuk bangun pagi hampir rata-rata orang di kampung jagonya. Beda sekali dengan orang-orang kota yang super duper sibuknya. Lantas adakah sebenarnya kiat-kiat yang bisa kita terapkan untuk bisa mendapatkan keberkahan di pagi hari, Kal?”
Oh ya lupa, Akal sering memanggil yang lainnya dengan sebutan “Kawan”. Sedangkan Nafsu sering menggunakan kosakata “Boy” untuk memanggil kami semua. Hanya Hati yang memanggilku dengan nama langsung, begitu juga kepada yang lainnya.
“Jangan pernah biasakan begadang di malam hari. Idealnya kita jangan tidur malam melebihi jam sepuluh malam. Kalaupun banyak tugas, maka pastikan mulai tidur jangan lebih lambat dari jam sebelas. Kalaupun tugas sedemikian bertumpuknya, maka pastikan bahwa pukul duabelas tengah malam merupakan batas akhir kita masih bangun,”
“Tuh dengerin, Naf, apa kata Akal barusan. Jangan banyak begadang!” ujar Hati menasehati Nafsu yang punya kebiasaan begadang. Nafsu hanya tersenyum kecut.
Akal menyeruput teh hangatnya. “Sebisa mungkin kita bangun di tengah malam sebelum azan Subuh untuk mengerjakan sholat tahajjud dan witir. Jumlah rakaatnya sesuai kesanggupan fisik dan ruhani sehingga minimal dua rakaat tahjjud dan satu rakaat witir. Syukur-syukur bisa sebanyak delapan rakaat tahajjud dan tiga rakaat witir sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Karena Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjamin bahwa orang yang menyempatkan diri untuk bangun malam dan sholat malam, maka ia bakal memperoleh semangat dan kesegaran di pagi harinya. Dan sebaliknya, barangsiapa yang tidak menyempatkan diri untuk bangun dan sholat malam, maka di pagi hari ia bakal memiliki perasaan buruk dan malas.”
“Ah, masak iya sih Kal?” sergah Nafsu yang masih asyik menikmati hangatnya sinar matahari pagi.
Matahari pagi sudah mulai beranjak dari peraduannya. Aktivitas orang-orang kampung pun sudah mulai terlihat. Para petani berbondong-bondong ke sawah masing-masing. Sebuah aktivitas yang tidak mungkin kita jumpai jika bertempat tinggal di kota metropolitan. Yang ada hanya hamparan gedung-gednung pencakar langit yang menjulang tinggi.
“Sesuai Hadist Nabi, “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Syetan akan mengikat tengkuk salah seorang di antara kamu apabila ia tidur dengan tiga ikatan. Syetan menyetempel setiap simpul ikatan atas kalian dengan mengucapkan: Bagimu malam yang panjang maka tidurlah. Apabila ia bangun dan berdzikir kepada Allah ta’aala maka terbukalah satu ikatan. Apabila ia wudhu, terbuka pula satu ikatan. Apabila ia sholat, terbukalah satu ikatan. Maka, di pagi hari ia penuh semangat dan segar. Jika tidak, niscaya di pagi hari perasaannya buruk dan malas.” (HR Bukhary 4/310)
“Ooooo...” Nafsu memonyongkan bibirnya membentuk huruf O mendnegar penjelasan Akal.
“Boleh aku ikut menambahkan?” tanya Hati yang sudah dari tadi ingin ikut berkomentar. Lagi-lagi aku hanya menjadi pendengar setia mereka bertiga. Aku dan Akal menggangguk mengiyakan. “Pastikan tidak kesiangan sholat subuh. Dan untuk laki-laki usahakanlah untuk sholat subuh berjamaah di masjid. Sebab sholat subuh berjamaah di masjid merupakan sarana untuk membersihkan hati dari penyakit kemunafikan.”
“Sesuai dengan sabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Sesungguhnya sholat yang paling berat bagi kaum munafik adalah sholat isya dan subuh (berjamaah di masjid). Andai mereka tahu apa manfaat di dalam keduanya niscaya mereka akan mendatanginya walaupun harus merangkak-rangkak (HR Muslim 2/123). Dan juga Hadist, “Dan sungguh dahulu pada masa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam tiada seorang tertinggal dari sholat berjama’ah kecuali orang-orang munafiq yang terang kemunafikannya.” (HR Muslim 3/387)
“Mungkin kamu mau ikut menambahkan, Day?” Hati beralih bertanya kepadaku. Aku menatapkannya tajam kemudian tersenyum.
“Aku sebenarnya tidak tahu harus menambahkan pernyataan apa,” aku habiskan tegukan terakhir teh hangat buatan Hati. “Tetapi menyambung atas apa yang dijelaskan oleh Akal barusan. Orang yang tidur di waktu pagi berarti menyengaja dirinya tidak menjadi bagian dari umat Islam yang didoakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memperoleh berkah Allah di pagi hari. Ia sudah menyia-nyiakan kesempatan yang begitu berharga. Pagi adalah waktu yang paling berkualitas sepanjang hari. Tak heran bila Nabi shollallahu ’alaih wa sallam justru memobilisasi pasukan perangnya untuk berjihad fi sabilillah senantiasa di awal hari yakni di waktu pagi sehingga pihak musuh terkejut dan tidak siap menghadapinya.
“Jadi, janganlah tidur sesudah sholat subuh. Segeralah isi waktu dengan sebaik-baiknya, bisa dengan membaca wirid atau ma’tsurat pagi atau apapun kegiatan bermanfaat lainnya. Barangkali bisa membaca buku, berolah-raga atau menulis buku atau bahkan berdagang sebagaimana kebiasaan sahabat Sakhru bin Wada’ah. Atau mungkin berkumpul berdiskusi seperti yang kita lakukan ini.”
“Kau tidak mau ikut menambahkan, Naf?” pertanyaanku kepada Nafsu yang sejak tadi hanya diam dan mendengarkan.
“Sudah kalian sebutkan semua. Sudah ah, aku mau mandi terus tidur kembali!”balasnya masuk ke dalam rumah setelah meletakkan cangkir kosongnya di meja depan kami bertiga.
Kami bertiga hanya menggelengkan kepala.
Sinar matahari pagi telah menembus semua kabut pagi. Tidak ada yang tersisa. Kehidupan sudah mulai tampak terhampar di persawahan. Petani mengolah sawahnya dengan begitu semangat.
Ya Allah, berkahilah kami di pagi hari selalu. Ya Allah, kami berlindung kepada Engkau dari kemalasan dan ketidakberdayaan dalam hidup kami, terutama di waktu pagi hari.
Semangat Pagi para sahabat Maculkers
Monggo nak selo podo komentar..... EmoticonEmoticon