Kriteria Seorang Pacar

Aku dan Lukman itu ibarat bumi dan bulan, ketika menyentuh tentang bab percintaan. Lukman ibarat bumi dengan segala pesonanya. Walau dari luar angkasa pun tetap terlihat biru dan hijau. Enak dipandang. Sedangkan aku ibarat bulan, kalau mau lebih tragis lagi ya satelitnya bulan (eh bulan itu satelit tidak punya satelit oon).
Kalian selalu memandang bulan kan ketika malam hari? Anggap saja iya. Terlihat tandus, hampa, sepi, sunyi, senyap tiada berpenghuni. Tidak elok di mata ini, meskipun dia berusaha memberikan sinar di malam hari tetap saja kalah dengan bumi. Itulah perumpamaan untuk diriku yang hina dina ini.
Meskipun memiliki kisah yang berbeda. Tetapi ada satu kesamaan di antara kami. Entah dia sadar atau tidak. Tidak tahu mengapa selera tipe pacar Lukman itu kurang lebih sebelas tigabelas denganku. Padahal aku sekalipun tidak pernah memberitahukan kreiteria cewek idamanku. Bahas pun tidak pernah. Tetapi ujug-ujug mak bedunduk, dia punya pacar yang tipenya sama denganku. Ini cuma masalah tipe seorang cewek bukan berarti aku menyukai pacarnya. Bukan kok! Kamu aman, Ni!
Dia yang meniru, atau aku yang meniru, atau jangan-jangan ada benang merah yang menghubungkan hati kami berdua. Cieeeee
Dulu, aku pernah berfantasi memiliki cewek yang tomboi. Enak kali ya punya cewek tomboi. Diajak kemana-mana mau. Diajak menonton dan membahas sepakbola nyambung. Tidak lama menunggu ketika dandan, dan sebagainya. Sumpah aku pernah berkeinginan memiliki seorang pacar tomboi. Tetapi lagi-lagi itu hanya sebatas ingin dan tidak ada aksi berkelanjutan.
Lhadalahiso-isone Lukman duwe pacar rodok tomboi. Ini selera kami yang sama atau bagaimana? Aku yang berkeinginan, berfantasi dan berandai-andai. Dia yang mewujudkannya. Kan jiangkrik to!
Selang beberapa bulan, seleraku aku ubah. Biar tampil bedalah. Tidak tahu mengapa, tiba-tiba terbesit dalam pikiranku yang masih polos ini untuk memiliki pacar seorang perawat. Kita bisa ‘diajari’ banyak hal. Sifatnya yang keibuaan. Merawat ketika kita sakit. Seorang perawat yang identik dengan pakaian putih (bukan kafan lho ya!), oohhhh pengen rasanya jalan berdua dengannya. Aku yakin pasti berbeda dengan Lukman. Yakin 100% deh.
Tetapi realita memang kejam guys. Lha kok ujug-ujug roh-roh ono, Lukman putus dengan si tomboi. Dan sekarang punya pacar baru? Pacar barunya seorang perawat. Lha iyo asem tenan! Lagi-lagi aku yang berkeinginan, yang berkepentingan, yang pokoke paling pengen. Eeh, eeh, eeh, lagi-lagi Lukman yang mendapatkannya.
Suatu kebetulan? Semoga saja begitu adanya. Lha mosok seleraku podo karo wonge. Kalau bisa sih jangan, tapi kalo kenyataannya begitu mau gimana lagi. Setelah kejadian tersebut sejak saat itu aku sudah ogah berfantasi pingin cewek inilah, itulah dan begitu. Aku musnahkan. Lha daripada untuk ketiga kalinya sama dengan Lukman.
Sebenarnya keresahan ini tidak pernah aku bicarakan kepadanya secar intim, eh pribadi. Tetapi kadang ya lucu dan geli jika harus mengingatnya. Pernah aku iseng menanyakan trik jitu kepadanya dalam mendapatkan pacar-pacarnya dulu.
“Ora ono trik opo-opo Bos! Mungkin aku sing lagi beruntung. Kowe pengen po? hahaha” jawabnya sambil tertawa.
“Yo ora sih. Mung karep tok! Hahaha”
“Mulo kowe kie rasah aneh-aneh pengen pacar koyok ngene koyok ngunu. Wis ora jaman saiki. Sing penting iku mung siji….”
“Opo kui, Ni?”
“Wonge seneng orak mbi kowe, hahaha”
Ohhh telo, batinku.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Monggo nak selo podo komentar..... EmoticonEmoticon